Waktu itu hari Minggu.
Seperti biasa, pagi-pagi Ibu bersahabatkan dengan perkakas dapurnya.
Kalau tidak salah, Ibu sedang menggoreng ikan.
Aku rasa, hal yang menyenangkan baginya adalah ketika melihat dan mendengarkan kedua putrinya berteriak,
"Mak.. kakak dan adek udah mandi", lalu mengulik-ulik hasil gorengannya.
Kemudian, disambut dengan kalimat andalannya.
"Kakak cantik.., adek cantik.., anak cantik..", dengan ayunan nada tingginya yang khas.
Kakak mengajak adek bertamasya.
Entah kenapa, aku menyukai kata tamasya.
Terdengar seru dan menggembirakan.
Entah kenapa, aku menyukai kata tamasya.
Terdengar seru dan menggembirakan.
Sepeda sudah siap di depan garasi.
Kotak makanan sudah berisikan masakan hangat dari Ibu.
Tidak lupa, sepaket cangkir minum ala anak-anak.
Berwarna merah dan bergambarkan kartun Shinchan, kebanggaanku.
Itu adalah hadiah doorprize dari perkumpulan arisannya Ibu.
Keranjang sepeda sudah terisi dengan makanan.
Adek memegang gulungan tikar kecil di belakang.
Kita bersepeda.
Tidak jauh dan tidak lama.
Cukup mengitari perkarangan komplek.
Saat itu, jalanan masih berpasir putih.
Tidak tau kalau sekarang, dengar-dengar sudah di aspal.
Saat itu, ilalang masih tumbuh dengan subur di depan rumah.
Tumbuh tinggi, setinggi aku waktu itu.
Tidak tau kalau sekarang, katanya ilalang sudah bergantikan bangunan rumah.
Aku bersepeda membonceng adek.
Melewati jalan yang sengaja dijadikan jalan.
Katanya, ini sebagai jalan pintas kecil yang membelah luasnya ilalang.
Iya, itu di depan rumah.
Kita sudah sampai di tempat tujuan.
Tujuan kita adalah kembali ke rumah.
Kita bertamasya di perkarangan rumah.
Tepatnya di halaman sebelah kanan rumah.
Di antara pohon kelapa dan rambutan.
Menggelar tikar kecil.
Lalu, menyusun makanan dan minuman di tengah-tengah tikar.
Dan tidak lama kemudian, salah satu anak tetangga ikut bergabung.
Kita makan pagi.
Santapan yang membahagiakan.
Ikan goreng dan sayur bening (sepertinya sayur bayam)
Kemudian ditutup dengan teh hangat.
Kami menghampiri Ibu.
Menyatakan kalau kami sudah selesai makan.
Ibu tersenyum kemudian terdengar kalimat khasnya.
Aku rasa Ibu senang, karena salah satu tugasnya sudah selesai.
Anak-anaknya sudah makan.
Itu momen di tahun 2006-2007.
Kalau tidak salah, aku duduk di bangku 6 SD atau 7 SMP.
Yang jelas adik belum sekolah atau mungkin sudah TK.
Kenangan kakak dan adek di Pulau Belitung.
Kini usianya 17 tahun.
Tepat hari ini.
Kartu identitas dirinya segera bertambah.
Tidak hanya kartu pelajar.
Begitu antusias ingin mengurus KTP dan SIM.
Kini usianya 17 tahun.
Api semangat berkobar dalam dirinya.
Sekolah menjadi rumah keduanya.
Pikiran mulai bercabang, bagaimana Ia di masa depan.
Ini masa peralihanmu.
Tidak lagi di masa remaja.
Selamat beradaptasi dengan dinamika masa dewasa.
Teruslah bersemangat.
Semaga Allah selalu memberkahi setiap langkahmu.
Catatan kakak,
Setelah subuh.
Selamat 17 tahun.
23-07-2018
🌤

Tidak ada komentar:
Posting Komentar